by

AKBP Dra NK Widayana S : Dari Atlet Jadi Polisi, Dari Bintara Kini Kapolres, Perempuan Lagi

SEGELAS kecil kopi panas baru saja diantar sekretaris pribadinya (Sespri) yang cantik di atas meja kerja. Di hadapannya juga sudah ada bertumpuk-tumpuk map berkas yang harus ditandatangani.

“Ngopi Bang, ngantuk nanti saya, banyak sekali berkas menunggu ditandatangani, kalau tidak selesai nanti anggota terlambat gajiannya,” demikian Kapolres OKU AKBP Dra Ni Ketut Widayana Sulandari mencoba cairkan suasana dengan menawarkan minum kopi kepada Beritatotal.com di ruang kerjanya.

Saat itu, Ketut atau Wida biasa perwira menengah ini dipanggil, baru saja memimpin apel siaga satu jajaran Polres OKU yang dipimpinnya, terkait hari buruh, 1 Mei 2017.

Sekilas aktivitas kesibukannya di atas merupakan bagian rutinitas AKBP Widayana yang baru tiga minggu mendapat amanah memimpin Polres OKU. Dia menggantikan AKBP Leo Andi Gunawan SIK MPP yang bergeser menjabat Kapolres Muaraenim. Wida sebelumnya menjabat Kapolres OKU Selatan.

Jabatan Kapolres OKU yang disandangnya saat ini menjadi catatan sejarah korp baju cokelat di Bumi Sebimbing Sekundang. Dialah satu-satunya perwira menengah berpangkat Ajun Komisiaris Besar Polisi (AKBP), dari kaum hawa diamanahkan Mabes Polri sebagai Kapolres disini.

Kodratnya sebagai wanita, bisa menjadi insiparasi kaum perempuan muda masa depan lainya, bahwa wanita pun punya kesempatan yang sama dengan kaum lelaki untuk menjadi pucuk pimpinan Polri di daerah maupun di kota besar.

Inspirasi terhadap Wida juga akan lebih membuka mata masyarakat, bahwa sebenarnya dia menjadi Kapolres saat ini cuma dari “jebolan” bintara. Bukan perwira sebagaimana kebanyakan Kapolres yang sudah menjabat sebelumnya.

Koq bisa dari bintara menjabat Kapolres? Kenapa tidak. Buktinya sudah didepan mata bukan? AKBP NK Widayana Sulandari ini.

“Sudah jelas sekali bahwa pimpinan Polri tidak diskriminatif  terhadap penugasan daripada semua anggota. Intinya semua punya kesempatan yang sama yang penting punya kompetensi maka akan dipromosikan sesuai kemampuan masing-masing. Apakah dari Akpol, Sumber Sarjana atau bintara. Semuanya punya peluang yang sama,” beber Ketut.

Bila tidak ingin melihat dari gendernya, peluang untuk berkarir di kepolisian pun masih terbuka lebar bagi masyarakat yang berprestasi. Prestasilah yang membuat AKBP Wida atau Ketut dari bintara meroket jadi Kapolres. Jadi, bila anak anda laki-laki atau pun perempuan, didiklah dan tempalah sebaik mungkin demi masa depannya.

Sebab, Wida menyebut dirinya semasa SMP dan sampai jelang menikah adalah atlet pelari. Dia pun pernah menjuarai Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 1981 cabang atletik lari 800 meter kontngen Bali. Pernah juga menjuarai Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI).

“Keluarga saya hobi olahraga. Bapak saya pemain sepak bola di Surabaya. Kakak saya atlet tolak peluru. Saya sendiri pelari dan berhenti menjadi atlet ketika mau menikah,” kenang AKBP Wida.

Untuk masuk Polwan, dia menyadari betul fisiknya tidak mencukupi. Tingginya hanya 154,5 CM. Dengan prestasinya sebagai atlet pelari tingkat nasional, maka terwujudlah harapan dia ingin seperti kakaknya.

Lalu, begini cerita singkat  dia masuk polisi hingga bisa disebut saat ini tengah menjalani amanah di puncak karirnya.

Hidup sebagai anak yang dibesarkan dari kedua orangtua yang guru, Wida mengaku sangat patuh dengan ayah dan ibunya. Profesi guru orangtuanya, kata dia, ayah dan ibunya pun ingin anak-anaknya ada yang menjadi guru. Singkat cerita, setamat SMA Wida disuruh melanjutkan kuliah jurusan pendidikan.

“Saya paling patuh sama orang tua. Orang tua ingin anaknya ada yang menjadi guru makanya saya disuruh kuliah jurusan pendidikan,” ujarnya.

Namun Wida kemudian terinsipari dengan capaian kakak perempuannya. Dari atlet tolak peluru sang kakak kemudian masuk Polwan dan lulus. Masa itu bisa dibilang Polwan sangat jarang. Dan status kakaknya tersebut benar-benar membanggakan orangtua mereka. Apalagi masyarakat kampungnya semua pada takjub.

“Sekabupaten cuma baru ada dua Polwan dan salah satunya kakak saya. Dia benar-benar dibanggakan makanya saya pun terinspirasi,” Wida.

Tamat SMA dia kemudian ikut Sipenmaru (Sitem penerimaan mahasiswa baru) dengan ikut tes IKIP Bandung. Sembari menunggu pengumuman Wida kemudian mendengar informasi ada penerimaan Polwan. Dia lalu coba-coba ikut tes Polwan pada tahun 1984 / 1985.

“Sebenarnya saya lulus juga di Sipenmaru tapi kemudian ikut tes Polwan dinyatakan lulus maka saya pilih jadi Polwan”.

Dua tahun jadi polisi baru kemudian dia kuliah di Lembaga Administrasi  Negara (LAN). Ditempuhnya dengan 3,5 tahun kuliah. Berbekal gelar strata satu, sepuluh tahun kemudian dari bintara mengikuti tes Selapa (Sekolah lanjutan perwira) dengan pangkat terakhir baru dua tahun menyandang Sertu. Tahun 1995 / 1996 dia resmi naik pangkat perwira pertama.

Mengikuti sekolah dan sekolah lagi setiap ada bukaan Mabes Polri itu yang dilakukan Wida merintis karirnya. Hingga kini dia pun bisa menyandang pangkat AKBP dan menjadi Kapolres.

“Dalam aturan pendidikan Polri, dari bintara bagi yang tidak sarjana tidak mau berusaha mempercepat kenaikan pangkat tidak akan dapat. Bagi yang mau berusaha mau kuliah percepatan pasti bisa karena dibuka peluang itu. Disamping ada sespimen ada diklatpim. Yang penting mau berusaha kenapa tidak dari bintara menjadi perwira dan pemimpin di Polri,” dia memberikan keyakinan kepada polisi-polisi yang berpangkat bintara.

Hal yang sama pun bisa diraih gadis-gadis remaja penerus masa depan. Tapi dia mengingatkan, peran orangtua sangat penting dalam mendidik anak-anak baik lelaki maupun perempuan.

Peran serta ibu rumah tangga untuk memberi pandangan kepada anaknya bahwa wanita Indonesia kedepan itu bukan wanita rumahan. Bisa juga membantu suami dengan memberi kesempatan berkarir. Yang jelas ada komunikasi pasangan suami isteri.

Dia sendiri memberi pandangan kepada anak perempuannya bahwa perempuan pun punya kesempatan yang sama dengan anak laki-laki. Meski berbeda gender, setidaknya kaum ibu harus pandai mengatur waktu, perhatian, dan pekerjaan sehingga semuanya berjalan.

Demikian juga dalam mendidik moral anak di masa sekarang.  “Peran ibu sangat penting mendidik anak, sehingga anak anak tidak terpengaruh hal negatif. Semisal terkait kemajuan teknologi. Bagaiamana ibu menjelaskannya kepada anak supaya kemajuan teknologi tidak dimanfaatkan secara negatif”.

“Bukan berarti kita membatasi anak.  Tapi kita juga beri kesempatan untuk anak berpendapat sehingga menemukan sendiri mana yang baik dan buruk, orang tua tinggal menggiring saja,”

“Kalau membatasi ini tidak boleh itu tidak boleh tanpa memberikan pemahaman dampaknya, malah akan membuat anak penasaran sedang orangtua tidak menjelaskan kenapa tidak boleh dilakukan,” pungkas AKBP  Dra NK Widayana Sulandari. (diJee)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.