by

dr Rynna Dyana : Direktur Termuda “Gila” Kerja, Sulap Rumah Sakit Cuma 13 Bulan

BUKAN hanya cantik tapi usianya masih tergolong muda.  Meski demikian, jabatan dengan tugas super berat sudah diembannya hampir dua tahun ini, sebagai seorang direktur rumah sakit. Umurnya kini 34 tahun. Artinya saat usia 32 tahun dia sudah mengemban tugas nahkoda rumah sakit.

Pejabat usia muda yang belum pernah terjadi dalam catatan sejarah berdirinya rumah sakit ini. Bahkan umur rumah sakit lebih tua darinya. Berdiri sejak 1936 silam.

Dr Rynna Dyana, biasa dipanggil stafnya Ibu Rynna, atau sesuai gelar akademik dan profesinya, lebih umum disapa Dokter Rynna. Itulah nama yang kini tertulis paling atas pada struktur organisasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ibnu Sutowo Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Rynna adalah wanita kedua yang menjabat Direktur RSUD Ibnu Sutowo. Seorang wanita lainnya pernah menjabat posisi tersebut adalah dr Herawaty. Tapi, melihat dari usia, Dokter Hera kala menjabat sudah cukup tua.

Demikian juga direktur-direktur lainnya, atau kepala rumah sakit sebelum berubah menjadi direktur, semuanya dijabat kaum adam dengan usia yang tak muda lagi. Jadi, bisa dibilang, Dokter Rynna adalah satu-satunya Pemimpin RSUD Ibnu Sutowo termuda sejak berdiri.

Tugas berat bulan-bulan pertama menjabat tentu saja menjadi tantangan wanita ini. Namun berhasil dilaluinya bahkan mampu memperlihatkan kinerja yang “memikat” orang nomor satu di Kabupaten OKU, Bupati Drs H Kuryana Aziz. Terutama penerapan disiplin kerja dan peraturan rumah sakit.

“Saat pertama kali menjabat direktur rumah sakit ini beban pasti ada dan itu besar. Yang pertama saya belum punya pengalaman untuk mengelola sebuah rumah sakit. Yang kedua dengan jumlah staf yang banyak sekitar 740 orang saya harus merangkulnya semua untuk menjalankan operasional rumah sakit dengan baik,” kata Dokter Rynna.

Sebagai dokter berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), Rynna sadar betul posisi dirinya yang harus patuh dengan atasan. Dia mengibaratkan laksana seorang prajurit, demikian pula penempatan dirinya untuk “bertempur” di medan perang bernama rumah sakit.

“Secara pribadi saya hanya berusaha karena tahu  sebagai pelayan masyarakat. Ibarat seorang prajurit yang apabila disuruh bertempur oleh atasanya atau panglimanya, maka saya akan berperang,” Rynna.

“Bisa atau tidak bisa yang penting saya sudah berusaha maksimal dengan kemampuan yang ada,” imbuhnya.

Tantangan berat pertama yang dilakukan Dokter Rynna yakni menciptakan rumah sakit bagaimana menjadi sarana pelayanan masyarakat yang bersih dan nyaman. Makanya dia pun memulai menata kembali lingkungan rumah sakit. Selama ini rumah sakit pemerintah tersebut acapkali dicap rumah sakit jorok.

Sampah-sampah di saluran air, di taman yang tak tertata, dan di permukaan lahan kosong menjadi pemandangan yang cukup mengganggu mata. Belum lagi di ruangan-ruangan, kamar mandi umum dan pasien, perparkiran, termasuk tempat ibadah (mushola), semuanya tidak memiliki ciri sebagai tempat yang seyogyanya dapat dicontoh untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Meski ada jam besuk, tapi itu tidak berlaku. Pengunjung dan keluarga pasien bisa bebas keluar masuk. Banyak jalur-jalur “tikus” untuk bisa hilir mudik di rumah sakit ini. Sangat terbuka dan bebas. Pasien yang sejatinya harus mendapatkan pelayanan untuk beristirahat di sini pun tak nyaman dalam perawatan inap.

Tantangan kedua bagi Rynna, banyaknya pegawai rumah sakit mencapai 740 orang dari berbagai usia kerja dan karakter manusianya, membuat dirinya harus memutar otak bagaimana bisa merangkul semuanya dalam teamwork solid dan kompak.

“Saya harus merangkul pegawai yang jumlahnya 740 orang agar bisa menjalankan operasional rumah sakit dengan baik,” kenangnya.

Rutinitas melemburkan diri pun menjadi menu kesehariannya di tahun pertama memimpin. Tanpa pengalaman memimpin dan mengelola rumah sakit, melecut keinginan kuat dia untuk memberikan yang terbaik. Dokter Rynna pun mengajak teamwork-nya meningkatkan standar pelayanan rumah sakit, dengan memburu akreditasi versi 2012.

Pagi hingga sore melayani masyarakat. Kemudian sore hingga malam mereka bahu-membahu mempersiapkan diri untuk penilaian akreditasi. “Saya dan unsur manajemen lainnya serta para staf pun kadang harus melanjutkan kerja di rumah hingga larut malam untuk persiapan akreditasi.”

“Kami bergotong royong agar akreditasi bisa mendapat nilai memuaskan. Hampir setahun kami melaksanakan persyaratan-persyaratan akreditas. Karena dengan akreditasi inilah kami yakin mampu merubah secara langsung identitas rumah sakit menjadi lebih baik,” beber dia.

Dokter Rynna tidak jumawa dengan apa yang telah dicapai rumah sakit saat ini. Menurut dia, semua memiliki peran menciptakan perubahan rumah sakit. “Kadang saya sedikit cerewet. Tapi saya tidak ambil pusing apa kata orang. Bagaimana pun caranya memimpin selama menerapkan peraturan maka saya tidak tebang pilih,” cetus dia.

Bagaimana tidak, prestasi harus dicapai dengan menunjukan kinerja dan disiplin yang tinggi. Kalau sudah berusaha maksimal, berjuang keras tapi pada akhrinya capain prestasi tidak sesuai harapan, maka itu kata Dokter Rynna sudah takdir.

Namun, bila kerja tidak sesuai standar dan aturan yang ada kemudian berharap hasilnya memuaskan, itu disebut dia malas-malasan. “Yang punya peranan adalah staf, pimpinan hanya mengarahkan tapi pimpinan punya peranan besar untuk membuat segala sesuatu berjalan dengan baik,” kata dia lagi.

Patut dicatat. Apa yang sudah diperjuangkan para pegawai RSUD Ibnu Sutowo dipimpin Dokter Rynna ini akhirnya berbuah manis. Hanya dalam waktu 13 bulan saja mempersiapkan semua persyaratan akreditasi, hasilnya mengejutkan. RSUD Ibnu Sutowo mendapat bintang empat atau terakreditasi UTAMA. Padahal, untuk mendapat prestasi tersebut dibutuhkan waktu minimal lima tahun.

Nilai tersebut mencatatkan rumah sakit ini sebagai satu-satunya rumah sakit pemerintahan Tipe C di Provinsi Sumatera Selatan berpredikat Akreditasi UTAMA. Praktis, persiapan-persiapan menuju capaian prestasi tersebut seiring sejalan sudah mengubah “wajah” rumah sakit yang tadinya dicap “jorok” kini sudah bersih dan indah. Yang tadinya tidak disiplin kini tingkat disiplinnya sulit ditawar bahkan tidak bisa ditawar.

“Saya sangat mengapresiasi dengan apa yang terjadi di rumah sakit ini. Disiplinnya tinggi, banyak terobosan kegiatan positif yang dimotori Ibu Direktur Dokter Rynna. Ini patut dicontoh dinas-dinas lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKU,” kata Bupati OKU Drs H Kuryana Azis dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu.

Kini, RSUD Ibnu Sutowo pun tengah menatap peningkatan status. Dari yang sekarang Tipe C menuju Tipe B. Ada belasan rumah sakit pemerintahan Tipe C di kabupaten / kota yang tersebar di Provinsi Sumsel, tapi cuma empat rumah sakit saja yang akan ditingkatkan menjadi Tipe B. RSUD Ibnu Sutowo masuk salah satunya dari empat rumah sakit yang akan ditingkatkan menjadi Tipe B.

Semoga saja ini bisa cepat terwujud dan pelayanan rumah sakit dengan naik kelas / tipe makin sesuai harapan masyarakat luas. Setidaknya bisa bersaing dengan pelayanan rumah sakit swasta yang dibangga-banggakan masyarakat. (diJee)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.